Minggu, 23 Juni 2013

Dear Mom (Translation)




For some reason, today feels so difficult and exhausting
I hold my pillow closer as I sit alone in my room
I fidget with my phone as my heart for some reason feels empty today
The suddenly ringing phone suprises me
I hear your voice, asking me if I ate today
Altough at times they annoyed me, today those words feel different
And all the forgotten promises I’ve made come flooding back to me
I will become a warm hearted person
I will become a person that puts other first
I will fulfill the wishes of your love
The person who I share my dreams with
The one who used to comb my hair, I think of my mom
Altough at times, I hurt you because of my wrong decisions
You quietly watched over me from afar
Altough I’m still a young and clumsy child
I think I understand now
The meaning of your silent prayers
I will become a warm hearted person
I will become a person that puts other first
I will fulfill the wishes of your love
The person who I share my dreams with
The one who used to comb my hair, I think of my mom
What should I do? My heart is still so small
If I let go of your hand
I’m not sure if I can make it WITHOUT you…
I think I’m ready yet
And I’m scared
I will become a wise daughter
(Give me courage)
No matter where I go, I will be a daughter you can be proud of
(You’ve been there for me)
I will fulfill the wishes of your love
With all the love that you have shown me
I will have warm heart
I was too shy to express this to you clearly
Mom, I truly love you…

Karena suatu alasan, hari ini terasa begitu sulit dan melelahkan
Kutarik bantalku mendekat dimana aku sendirian di kamarku
Aku merasa gelisah karena ponselku sebagaimana juga hatiku karena suatu alasan merasa hari ini kosong
Tiba-tiba dering ponselku mengejutkanku
Aku mendengar suaramu, bertanya jika aku makan hari ini
Meski dengan waktu bersamaan ini terasa menggangguku, tapi hari ini kata itu terasa berbeda
Dan semua janji terlupakan yang kubuat kembali datang hari ini
Aku akan menjadi orang berhati hangat
Aku akan menjadi orang yang selalu meletakkan yang lain terlebih dahulu
Aku akan penuhi harapan akan cintamu
Orang yang kubagi mimpiku bersamanya
Satu-satunya orang yang menyisir rambutku, aku pikir adalah ibuku
Meskipun waktu itu, aku membuat hatimu sakit karena keputusanku yang salah
Kau diam mengawasiku dari jauh
Meskipun aku adalah anak polos dan masih muda
Sepertinya aku mengerti sekarang

Apa arti dari doa dalam diammu
Aku akan menjadi orang berhati hangat
Aku akan menjadi orang yang selalu meletakkan yang lain terlebih dahulu
Aku akan penuhi harapan akan cintamu
Orang yang kubagi mimpiku bersamanya
Satu-satunya orang yang menyisir rambutku, aku pikir adalah ibuku
Apa yang harus kulakukan? Hatiku masih sangat sempit
Jika aku membiarkan tanganmu menjauh
Aku tak yakin aku akan berhasil TANPA dirimu…

Sepertinya aku belum siap
Aku takut
Aku akan menjadi anak yang berbakti
(Beri aku keberanian)
Tak peduli kemanapun aku pergi, aku akan selalu menjadi anak yang bisa kau banggakan
(Kau selalu ada untukku)
Aku akan penuhi harapan akan cintamu
Dengan semua cinta yang sudah kau tunjukkan padaku
Aku akan memiliki hati yang hangat
Aku hanya terlalu malu untuk menunjukkan rasa ini dengan jelas
Ibu, aku benar-benar mencintaimu…
***
This post is from Girls’ Generation’s song: Dear Mom

Rabu, 12 Juni 2013

Headset KPop (Tugas Bu Yuli)

Kamu penggemar Super Junior? Girls' Generation? EXO? SHINee? Suka dengerin lagu-lagu mereka?
Pasti bakal lebih KECE kalau dengerin lagu mereka pake Headset KPop yang keren-keren ini (Pemesanan/ Keterangan lebih lanjut hubungi: 081234678912)

Rp. 20.000

Rp. 25.000

Rp. 20.000

Rp. 20.000

Rp.25.000

Rp. 20.000

Rp. 25.000

\  

Rp. 25.000

Sabtu, 20 April 2013

Perjalanan Ini



Jejak terbentuk
meninggalkan kisah
menuju tujuan
dalam perjalanan ini
kita melangkah
Tak bisa kupingkiri
bahwa tiap perjalanan kita
meninggalkan dendam
Namun ia berkata, “Tiap perjalanan meninggalkan kenangan.”
Entah kenangan apa pada dirimu, kawan
Karena kupikir, kau terlalu terburu-buru
Nikmatilah saja
perjalanan ini
lihat keindahannya
Memang apa tujuanmu?
Tujuan kita sama
Tanpa ada batas waktu yang pasti

Puisi ini di buat saat hari ke tiga ekspedisi gue bersama teman-teman sekolah. Di saat kita menyusuri pantai, dengan jarak 12 km.
 

Senin, 08 April 2013

When I Was Your Man




Malam yang gelap, menjadi latar belakang yang indah saat kunang-kunang berterbangan di angkasa. Disana, di taman itu, sepasang kekasih tengah asyik berdansa. Walau tanpa diiringi musik. Hening sekali disana. Hanya ada bunyi jangrik dan tawa bahagia mereka yang memenuhi seisi taman yang sepi.
Di temani oleh puluhan kunang, mereka menghayati malam tenang itu. Sambil kadang tertawa pelan, mereka berdansa dengan mahirnya. Si wanita memakai gaun putih yang indah, sementara si pria memakai tuxedo hitam yang sangat memikat. Keduanya terus berdansa, tanpa menyadari seorang pria tengah memperhatikan mereka.
Pria itu, Yesung, berdiri menatap sepasang kekasih yang serasi itu. Ia tersenyum, namun senyum sedihlah yang ia tampilkan.
Ia senang, karena sang wanita kini sudah bersama pria yang lebih cocok dari dirinya. Namun ia juga sangat sedih, karena mengetahui kenyataan bahwa kini, cintanya telah berdansa dengan pria lain.
Yesung sangat menyesal sekarang. Dulu ia terlalu muda dan bodoh untuk menyadarinya. Seharusnya dulu aku membelikanmu sebuket bunga, dan menggenggam erat tanganmu mungilmu. Seharusnya aku bisa memberimu semua waktuku, jika aku memiliki sebuah kesempatan. Membawamu ke setiap pesta, karena aku tahu, semua yang ingin kau lakukan adalah berdansa. Dan kau, cintaku. Sekarang kau berdansa, tapi dengan pria lain.
Yesung tahu, ia tidak bisa dan tak akan pernah bisa untuk membersihkan kekacauan yang ia buat saat ia masih bersama wanita itu. Dan sejujurnya, itulah yang menghantui dirinya saat ia menutup matanya.
Pria malang itu berlalu meninggalkan taman tempat kedua sejoli itu yang masih asyik berdansa. Ia berjalan dengan putus asa. Ia berjalan dengan sepercik kerinduan.
Jalan kini sudah lengang, karena malam sudah larut. Membuat Yesung bisa mengeluarkan semua kepedihannya lewat air mata.
Pria itu menangis. Menyesali semua kesalahannya di masa lalu.
**
Tiga bulan telah berlalu, sejak perpisahan Yesung dengan mantan kekasihnya. Dan dua hari telah berlalu, sejak Yesung melihat sang mantan sudah bersama pria lain. Namun ia masih tidak bisa melupakan wanita yang dulu adalah miliknya itu.
Lagu kesukaan mereka, yang terputar di radio, sekarang sudah tidak lagi terdengar sama. Hati Yesung akan sakit jika mendengar nama mantannya itu disebut. Dan kini, rumahnya yang dulu sering dikunjungi oleh tawa bahagia sang mantan, sekarang terasa sangat hampa.
Yesung berjalan dengan lemahnya menuju taman itu. Taman dimana ia habiskan waktu berdua dengan mantannya. Dan taman dimana ia menyaksikan bahwa mantannya kini sudah bersama pria lain.
Yesung duduk di bangku favoritnya dengan mantan kekasihnya itu. Kenangan itu dengan sekejap tiba di hadapan Yesung. Membuat hatinya semakin perih. Membuat rongga di dadanya membesar.
Ia menangkupkan wajahnya ke dalam lutut yang ia tekuk. Dan disanalah ia menangis tanpa suara. Namun terdengar sangat menyakitkan.
Memang benar apa yang dikatakan orang-orang. Bahwa hanya satu hal didunia ini, cara untuk menyadari seorang manusia betapa berharganya orang yang kita cintai. Yaitu dengan kehilangan.
Sekarang semua sudah sangat terlambat. Namun tiba-tiba sesuatu menyentuh pundak lelaki malang itu, membuat Yesung mendongkakan kepalanya.
Dilihatnya wanita itu. Wanita yang dulu ia cintai. Bahkan sampai sekarang ia masih mencintainya. Wanita yang dulu ia nantikan kehadirannya. Bahkan sampai sekarang ia masih mengharapkan hal itu.
Wanita itu menatap Yesung dengan sedih. Seakan ia tahu bahwa hati Yesung sangat terluka. Namun sekarang ia sudah milik pria lain. Pria yang lebih menghargai dirinya lebih dari yang dulu Yesung lakukan.
“Kenapa kau jadi seperti ini?” lirih wanita itu seraya duduk.
Yesung tak mengalihkan pandangannya dari wanita itu. “Yuri-ah…”
Wanita yang bernama Yuri itu, menghapus air mata Yesung dengan lembut. Sangat lembut sehingga membuat Yesung ingin mendekapnya erat. Sangat erat agar Yuri tak lagi pergi meninggalkannya.
Tapi Yesung tahu, itu salah. Yuri bukan miliknya lagi sekarang.
“Kumohon jangan seperti ini oppa…” bisik Yuri sambil mengelus rambut gelap Yesung.
Sentuhan wanita itu, membuat Yesung semakin ingin menangis. Ia merindukan sentuhan itu, namun ia juga berharap agar sentuhan itu tak dirasakannya lagi. Karena itu hanya akan membuatnya semakin sakit.
Oppa, dengarkan aku…”
“Yul,” Yesung mendesah sambil merogoh saku jaket yang sekarang ia kenakan. Ia harus pergi sekarang juga. Jika tak mau rongga di dadanya semakin besar. “aku ingin kau membacanya.” Pria itu memberi sepucuk surat yang di bungkus amplop putih bersih.
Tangan Yuri meraih surat itu. Namun bukan hanya surat itu yang ia raih. Tapi tangan Yesung pun kini sudah ia genggam dengan erat.
Oppa…”
“Aku harus pergi sekarang…” Yesung berdiri dengan tangan yang masih digenggam Yuri. Matanya kini sudah tak sanggup melihat wajah wanita yang masih sangat berharga baginya itu. Maka ia putuskan untuk memandang ke depan dengan perasaan yang sangat berat. “Terimakasih untuk semuanya, dan selamat atas pernikahanmu dengan Minho.” Ucap Yesung dengan susah payah agar tidak terdengar sesenggukan. Yesung berusaha berlalu, namun tangannya masih ada di genggaman Yuri.
Hati Yuri mencelos sekarang. Ia tahu ini terlalu cepat sejak perpisahannya dengan Yesung. Namun orang tuanya yang membuat ia terpaksa untuk mempercepat pernikahan. Lagipula Minho sangat mencintanya. Dan ia juga sudah mencintai pria yang lebih muda darinya itu.
“Kumohon Yuri… lepaskan aku…” desis Yesung dengan air mata yang sudah mengalir ke pipi mulusnya.
Perlahan tapi pasti, genggaman Yuri melemah. Ia menjatuhkan tangannya yang masih menggenggam surat ke pangkuannya. Dan saat itu juga Yesung berjalan meninggalkan Yuri yang sedang berusaha untuk tidak menangis. Tapi tak berhasil.
Yuri membuka surat itu dengan tangan yang bergemetar hebat. Tetesan-tetesan air matanya jatuh menimpa surat dari Yesung.
Ia sudah tak mencintai Yesung, namun ia terlalu sakit jika harus melihat pria yang dulunya humoris sekarang berubah menjadi pria yang sangat rapuh. Maka semakin keluarlah air mata Yuri saat membaca surat dari Yesung.
Aku tahu ini memang menyakitkan, tapi biarlah aku katakan padamu terlebih dahulu bahwa aku menyadari, memang aku salah.
Yuri, aku tahu ini sangat sangat terlambat untuk memohon maaf padamu untuk semua kesalahan itu. Tapi aku hanya ingin kau tahu, bahwa…
Kuharap Minho selalu membelikanmu sebuket bunga, disaat dulu aku tak pernah membelikannya untukmu.
Kuharap Minho selalu ada untuk mengenggam erat tangannmu, sementara dulu aku jarang melakukannya.
Memberikan semua waktunya untukmu, disaat ia masih memiliki kesempatan.
Membawamu pergi ke tempat dansa, karena aku tahu seberapa kau mencintai hal itu.
Dan kuharap ia melakukan semua yang seharusnya sudah kulakukan padamu, saat aku masih menjadi lelakimu.
Saranghaneun Kwon Yuri, selamanya aku akan mencintaimu. Walau kau bukan milikku lagi sekarang.
Yesung


Oppa…” lirih Yuri sambil menjatuhkan surat itu. Ia menangkupkan wajahnya ke kedua tangannya, memberikan sedikit ruang untuk mengeluarkan tangisnya.
Ia menangis sekencang-kencangnya. Tanpa memedulikan orang-orang yang berlalu lalang dihadapannya. Ia tak peduli sekarang. Yang ia tahu, sekarang ia sangat sakit karena mengetahui luka Yesung.
Entah mengapa ia jadi merasa bersalah. Haruskah ia merasa begitu? Sementara dulu Yesung-lah yang terlalu egois. Yesung-lah yang jarang memperhatikan dirinya. Yesung-lah yang tak pernah menyadari bahwa ia adalah seorang pria milik Kwon Yuri.
Tapi merasa bersalahpun tak akan berguna. Karena rasa itu sepenuhnya sudah di ambil sang pria, yang kini berjalan menuju piano hitamnya. Untuk menyanyikan sebuah syair yang menggambarkan perasaan sesalnya. Yesung memulai permainannya.
The End
Eunsuk ingin curhat sedikit nih. Fanfiction oneshoot ini aku dapetin saat dengerin lagu baru Bruno Mars. Yeah of course, the title is When I Was Your Man. Aku copas liriknya, dan aku baca dengan seksama. Dan saat itu juga, aku kepikiran buat bikin FanFic. Dan yah, menurut aku tokoh yang pas sebagai si Bruno itu adalah Yesung. Karena dia satu-satunya yang menurut aku cocok sama Yuri karena Yuri itu kan jago dansa. Yah, intinya sih, karena aku duluan milih Yuri sebagai cewenya, jadi Yesunglah yang terpaksa jadi si Bruno. Padahal kata aku sih lebih cocok Siwon. Tau deh kenapa… aku juga bingung. Dan Minho? Yap, karena dia couplenya Yuri. Apalagi soal dance.
Pokoknya, yang baca ini plis komen. Yang suka, komen dan join blog saya. Hehe :D gomawo readers ;)

Minggu, 31 Maret 2013

My Memory About You, Nin

Dari kemaren gue nginep di rumah enin gue yang sekarang lagi diisi sama uwa gue plus keluarganya. Rasanya janggal banget. Kalo biasanya gue dateng trus yang ada di situ cuma ada gue dan nenek gue doang, sekarang malah rame. Dan yang paling penting adalah, nenek gue ga ada di situ.

Sedih sih, pasti lah. Secara gue sama nenek gue deket bangeett.... Dari dulu pas gue kecil, gue sering banget nemenin beliau di rumahnya karena beliau tinggal sendirian. Dulu sih cuma karena di suruh sama Ibu gue. Tapi kesininya jadi kayak udah rutinitas gue setiap weekend nginep di rumah nenek gue.

Kalau denger nama nenek gue di sebut, rasanya di dada gue sakit banget. Kayak ada rongga gede banget manganga. Susah banget buat nutup lagi rongga itu.

Kadang gue suka nyesel sama diri gue sendiri. Kenapa dulu waktu nenek gue masih ada, gue ga memaksimalkan tenaga gue buat beliau? Malah kadang gue suka sungut-sungut sendiri di belakangnya. Maafin ya nin :'(

Tapi takdir sih yah... sekarang nenek gue ga bakal bisa balik lagi. Sekarang alasan weekend gue ke rumah nenek bukan buat nemenin. Tapi cuma buat main doang.

Pokoknya, makasih banget nin. Salsa dapet banyak banget dari enin. Salsa jadi tau Jepang itu ternyata ga ada yang punya mobil pribadi. Padahal itu negara yang kirimin mobil-motor bikinannya ke sini dan bikin macet. Salsa juga tau seberapa pentingnya belajar ngaji dari dini. Salsa juga jadi bisa bersikap ramah kalau ke orang yang tua karena enin suka bawa Salsa ke tempat-tempat temen-temen enin :D

Enin itu satu-satunya orang tua yang ga pernah marah-marah ke Salsa. Enin juga salah satu dari dua orang tua yang engga ngejek bias Korea Salsa :D  Salsa inget banget waktu Salsa nunjukkin foto 6 member Exo-k, Enin milih D.O :D salah satu bias Salsa.

Yah, I miss you, Nin...
and I'll always love you :'*

Jumat, 22 Maret 2013

Fanfiction: Let The Destiny


Let the Destiny
Title: Let the Destiny
_______
Length: Oneshot
_______
Rating: General
_______
Genre: Fantasy, Fiction
_______
Author: Song Eun Suk a.k.a Fahira Salsabila
_______
Main Cast: Im Yoon Ah a.k.a Yoona
_______
Support Cast: Kim Jongin a.k.a Kai, Nyonya Kim (Kai' mom), Leeteuk, Kangin, Kris, Chanyeol.

Author Note/[A/N]: Ini dia... Fanfiction pertama yang di post ke blog ini. Sebenernya ada beberapa Fanfiction yang udah aku buat, tapi sepertinya harus di rombak dulu. Ini juga sebenernya harus di rombak, cuma males aja :D. Pokoknya, nikmatin aja deh. Maaaaf banget kalo gaje. Emang nih FF bener-bener gaje sih.



Dia termenung di balkon sekolah. Dengan tangan yang sedang menopang dagunya, dia memperhatikan anak-anak namja yang sedang asyik bermain bola. Asyik ya, bisiknya pelan. Sayangnya aku seorang yeoja.
Para namja bermain bola untuk mengusir kebosanan mereka menunggu acara sekolah hari ini mulai. Night at School Without Teacher. Sekolah malam yang diadakan para senior namun tanpa adanya guru.
Bosan sekali, pikir anak yeoja itu  yang masih saja menonton pertandingan bola. Terlihat seorang namja yang entah siapa namanya, duduk di bangku penonton. Dilihatnya muka anak itu. Tak terlihat jelas. Namun matanya terlihat sedang memandangi lapangan dengan tatapan kosong. Mukanya juga terlihat pucat. Siapa itu?
Kris sedang menggiring bola menuju gawang. Bola pun ditendang olehnya ke arah gawang, namun ditepis oleh Chanyeol sang kiper. Chanyeol menepisnya dengan cara menendangnya kembali kearah lapangan. Tapi sayang, bolanya melesat ke arah bangku penonton. Ke arah anak namja tadi. Semakin dekat, semakin dekat…. Dan benar saja, anak namja yang sedari tadi bengong itu kepalanya terhantam bola tendangan Chanyeol.
Namja  itu masih saja terbengong-bengong.
Hingga akhirnya ia jatuh pingsan.
Semua orang dilapangan berlari menuju tempat namja tadi pingsan. Tiba-tiba saja seseorang berteriak, “Panggil ketua! Panggil sunbae!” lalu seorang anak berlari menuju kantor tempat ketua itu berada.
Sementara anak yeoja tadi turun tangga perlahan. Berjalan dengan santainya menuju kerumunan orang. Saat yeoja itu tengah berjalan, Leeteuk, sang ketua sunbae berlari melewatinya.
Tentu saja, Leeteuk lebih dulu sampai daripada yeoja itu.
Leeteuk tengah memeriksa namja yang pingsan tadi. Memeriksa pergelangan nadinya, tak ada denyut sama sekali. Sepi. Lalu ia menempelkan telinganya ke dada anak itu. Sama, tak ada detak jantung. “I..ia meninggal…….” bisik Leeteuk. Segera ia menggendong anak tadi, menuju ruang kelas.
“Dia meninggal! Dia meninggal!”

                                                                Help Me!               

“Hah, hah, hah…..” Yoona terbangun dari mimpi buruknya. Akhir-akhir ini ia seringkali memimpikan adegan yang mengganggu tidurnya itu. Apa maksud semua ini? Pikirnya dalam hati. Ingin sekali ia mengetahui maksud Tuhan memberikan mimpi itu kepadanya.
Yoona beranjak dari kasurnya, menuju kamar mandinya. Ia menatap cermin diatas wastafel. Matanya terlihat lelah. Wajahnya terlihat lesu dan kurang sehat. Ia tersenyum hambar.
Akhirnya Yoona keluar dari kamar mandi. Dengan tubuh hanya berbalut handuk putih, ia berjalan menuju lemarinya. Saat pintunya terbuka, ia melihat secarik kertas yang tertempel dipintunya. Disana bertuliskan, “Night at School Without Teacher – 26 Desember 2007 (09.00)”. Yoona-pun melirik kalendernya. “Hm, hari ini tanggal 26. Baiklah.” Ia lalu melirik jam di meja belajarnya. “Jam setengah sembilan….” Bisiknya pelan.

                                                                Help Me!               

Yoona berjalan pelan menuju gedung kelasnya yang bertingkat. Melewati para namja yang sedang asyik bermain bola. Saat sampai di kelasnya dan menaruh tas bawaannya, ia keluar menuju balkon.
Bosan sekali, pikir Yoona yang sedang menonton pertandingan bola. Terlihat seorang namja yang biasa dipanggil Kai, duduk di bangku penonton. Dilihatnya muka anak itu. Tak terlihat jelas. Namun matanya terlihat sedang memandangi lapangan dengan tatapan kosong. Mukanya juga terlihat pucat.
Yoona segera sadar dari lamunannya. Badannya yang tadinya condong kedepan dengan tangan menopang dagu, kini sudah berdiri tegak. Mimpi itu….
Kris sedang menggiring bola menuju gawang. Bola pun ditendang olehnya ke arah gawang, namun ditepis oleh Chanyeol sang kiper. Chanyeol menepisnya dengan cara menendangnya kembali kearah lapangan. Tapi sayang, bolanya melesat ke arah bangku penonton. Ke arah Kai duduk. Semakin dekat, semakin dekat…. Dan benar saja, Kai yang sedari tadi bengong itu kepalanya terhantam bola tendangan Chanyeol.
Yoona shock. Mimpinya seperti kembali lagi. Mimpinya tiba-tiba lewat begitu saja tanpa permisi. Ia segera berlari menuruni tangga.
Berbeda dengan mimpi tadi, Yoona kini berlari dengan wajah pucat khawatir. Andwae! Andwae! Teriaknya dalam hati.
Saat sampai di kerumunan, ia melihat Kai yang sedang terkapar lemas. Tiba-tiba saja seseorang berteriak, “Panggil ketua! Panggil sunbae!” lalu seorang anak berlari menuju kantor tempat ketua itu berada.
Leeteuk tengah memeriksa namja yang pingsan tadi. Memeriksa pergelangan nadinya, tak ada denyut sama sekali. Sepi. Lalu ia menempelkan telinganya ke dada anak itu. Sama, tak ada detak jantung. “I..ia meninggal…….” bisik Leeteuk. Segera ia menggendong anak tadi, menuju ruang kelas.
“Dia meninggal! Dia meninggal!”
Ap.. apa?!
                                                                Help Me!               
Yoona menangis. Sendiri, di kamar mandi. Kamar mandi memang kerap menjadi tempat favoritnya untuk menangis, tanpa dilihat siapapun.
Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar mandi. Ia berjalan menuju kelas dimana Kai akan diperiksa. Ia mendekati kerumunan orang yang sedang menonton di jendela kelas.
“I.. ia memang meninggal.” ujar Kangin sunbae-nim, sang medis sekolah. “Ta.. tapi bukan karena bola kok. Tidak mungkin hantaman bola bisa membunuh orang. Ini pasti ada faktor lain, namun aku tak tahu apa. Peralatan disini tidak memadai. Ia harus dibawa ke rumah sakit untuk di otopsi. Aku akan memanggil amb….”
“Ja.. jangan!” teriak ketua sunbae.
Semua diruangan itu terdiam mendengar teriakan Leeteuk.
“Apa?! Wae geurae?!” tanya Kangin sunbae-nim heran.
Pabo! Kau mau orang tua nya tahu? Bisa-bisa orang tua nya menyalahkan kita! Kita harus menyembunyikan jasad Kai, hingga kita tahu penyebab sesungguhnya..” muka Leeteuk terlihat khawatir.
Yoona berjalan menjauhi kelas itu. Ia berlari menuju kamar mandi. Dan menangis lagi.
Tentu ia sangat sedih Kai meninggal. Kai dan Yoona sudah berteman sejak Yoona SD, dan Kai masih TK. Sampai sekarang, saat mereka berdua SMP–Kai kelas 7 dan Yoona kelas 9–Orangtua mereka juga sangat dekat. Kai baginya sudah seperti dongsaeng-nya sendiri.
Yoona keluar dari kamar mandi. Kembali berjalan menuju kelas. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat Nyonya Kim sedang berjalan. “A.. ahjumma!”
                                                                Help Me!               
“Memangnya orangtua tak boleh ketemu anaknya dulu ya, Yoona-ssi?” tanya ibunya Kai. Tadi Yoona mengatakan, untuk sekarang anak-anak tidak diperbolehkan bertemu dengan orangtua mereka.
Yoona menggeleng pelan.
“Aish, padahal ahjumma hanya ingin mengantarkan barangnya yang tertinggal,” kata ibunya Kai. “Kalau begitu, aku titip ini ya, Yoona-ssi.” Nyonya Kim menyerahkan sebuah tas kecil yang entah apa isinya.
Yoona mengangguk, “N..ne…”
Mereka terdiam sejenak. Nyonya Kim sebenarnya heran dengan sikap Yoona yang terlihat pendiam. Walaupun Yoona memang terkenal sangat terutup dan pendiam, tapi Nyonya Kim tahu sesuatu. Di depan dirinya dan Kai, Yoona akan  berubah menjadi anak yang ceria. Tak seperti biasanya.
“Um, kalau bagitu aku pulang dulu ya Yoona-ssi.” Nyonya Kim segera berdiri dari kursinya. Membungkukkan badannya 45 derajat, dan berbalik untuk meninggalkan Yoona.
A… ahjumma..” panggil Yoona lirih. “Tu.. tunggu sebentar..”
Nyonya Kim berbalik menghadap Yoona. “Hm? Ada apa?”
Yoona berdiri dari kursinya. Berjalan mendekati Nyonya Kim. “Apa.. ada sesuatu dari Kai yang ahjumma tutupi? Misalnya seperti penyakitnya atau apa…”
Kai adalah anak yang lumayan pendiam. Namun Kai sering menghibur Yoona ketika dia sedang sedih. Kai juga selalu ingin terlihat bahagia walaupun sebenarnya ia sedang sedih.
“Ma..maksudmu?” Nyonya Kim balik bertanya.
Yoona terdiam, “A… aku hanya ingin tahu semua tentang Kai. Soalnya akhir-akhir ini ia terlihat menutupi sesuatu dariku. Apa ada, ahjumma?” Yoona memperlihatkan muka sedihnya. Bukan, muka prihatinnya.
“Sebenarnya..” Nyonya Kim membuka mulut. “Kai punya penyakit yang cukup kronis. Namun kami tidak punya uang untuk mengoperasikannya.” lanjutnya.
Dada Yoona seketika sesak. Namja yang selalu ingin ia lindungi sebagai dongsaeng, ternyata punya penyakit kronis dan ia tak tahu itu.
“Apa itu?”
“Tu.. Tumor otak.” Jawab Nyonya Kim pelan.
“Ap.. apa?”
“Tumor otak. Ia memiliki tumor otak sejak kelas 5 SD.” Tambah Nyonya Kim. Raut mukanya seketika menjadi sedih. “Yoona-ssi, kumohon kau jangan memberitahukan ini kepada siapapun. Apalagi kekasihnya. Aku takut ia akan khawatir.”
Yoona hanya terdiam. Tumor otak. Pikirnya. Apa itu yang membuat Kai pucat? Apa itu faktor utama yang membuat Kai meninggal?
Yoona mendekati Nyonya Kim. Seketika saja ia memeluk tubuh orang tua itu. Dan menangis dipundaknya.
“Yoona-ssi? Yoona-ssi??” ujar Nyonya Kim keheranan. “Waeyo?”
A… Ahjumma.. Maafkan aku tidak berhasil menjaga Kai dengan baik. Maafkan aku…” ujar Yoona sambil terisak-isak.
Nyonya Kim berusaha melepas pelukan Yoona dengan pelan. “Memang ada apa dengan Kai, Yoona-ssi?”
Yoona masih saja menangis. “Kai..” ia menundukan kepalanya. “Kai sudah tiada…”

                                                                Help Me!               

Pemakaman berlangsung dengan lancar.
Kemarin, Leeteuk akhirnya memberitahu kejadian sebenarnya pada Nyonya Kim. Syukurlah Nyonya Kim tidak menghardik Leeteuk dan teman-temannya.
Namun tetap saja ia masih bersedih.
Kini tinggal Nyonya Kim dan Yoona yang ada di makam Kai. Nyonya Kim menangis tersedu-sedu sambil memeluk papan nisannya. “Jongin-ah… Jongin-ah…” panggil Nyonya Kim dengan suara parau.
Yoona mendekati Nyonya Kim dan mengelus punggung orang tua itu. “Ahjumma… relakan-lah Kai. Biarkan ia hidup tenang disana, ini sudah takdirnya…” bisik Yoona pelan.
“Salahku.. ini semua salahku… andai saja aku punya uang banyak, Kai pasti bisa operasi dan sembuh. Jongin-ah…. Jongin-ah….” Ibunya masih saja memeluk nisan anaknya itu.
Ahjumma….” Yoona membalikkan tubuh orang tua itu pelan. Dan memeluknya hangat. “Jangan pernah menyalahkan diri. Tadi malam, aku menangis dan terus menyalahkan diriku. Namun aku tahu, itu semua tidak berguna. Ini sudah takdirnya, Ahjumma…”
“Ta..tapi..”
“Shh.. Ahjumma, apa kau tidak mau Kai bahagia di alam sana? Apa kau mau Kai tersiksa karena ahjumma menangisinya?” tanya Yoona dengan kesal namun ia berusaha agar intonasinya terdengan lembut. “Aku yakin ahjumma tidak mau. Jadi, berjanjilah agar tidak menangisi Kai lagi.” Yoona masih saja memeluk dan mengelus lembut Nyonya Kim. “Aku ingin melihat ahjumma ceria lagi. Kumohon, relakan lah Kai…”
Ketenangan menemani mereka. Menerjang hingga ke jantung, memaksa degupnya untuk tidak mengeluarkan suara. Meminta agar tidak mengganggu momen ini. Agar Nyonya Kim dapat berpikir dengan jernih.
Ahjumma?”
Nyonya Kim terbangun dari pelukan Yoona. Menatap wajah wanita itu dengan lekat. “Yoona-ssi, terimakasih selama ini telah menjadi kakak yang baik untuk Kai. Aku mungkin tidak bisa membalas jasamu. Namun aku akan berusaha membuatmu bahagia, jadi…” mereka terdiam lagi. “Aku merelakan Jongin, anakku.”

                                                                Help Me!               
Hari-hari Yoona berjalan dengan baik walaupun tanpa Kai disampingnya. Mimpi buruk itu kadang kembali ke ingatannya.
Mimpi-mimpi lain juga kadang hadir di tidur manisnya. Mimpi yang nantinya akan menjadi kenyataan. Tak hanya mimpi buruk, mimpi indah pun kadang mendatanginya.
Setiap kejadian di mimpi buruknya tiba, Yoona selalu memiliki keinginan  untuk mengubahnya. Namun hati kecilnya berkata untuk membiarkan itu. Itu semua sudah menjadi takdir, dan Yoona tak mau mengacaukannya.
Sekali saja ia mengubahnya, ruang masa depan pasti akan kacau.

                                                                        END


Otthe? How? Gimana?
Gaje kan bener... udah terserah. Yang penting jangan lupa komen. Arra??? Ok??